Muhammadiyah dan Perjuangan Tanpa Akhir
Oleh : Fikri Hajjan Mubarak
Sorosutan, PCM Umbulharjo - Sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran besar organisasi-organisasi kemasyarakatan yang turut memperjuangkan kemerdekaan. Salah satu organisasi yang memainkan peran penting adalah Muhammadiyah, sebuah gerakan Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memperjuangkan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial masyarakat, bahkan di tengah tekanan penjajahan.
Sebagai gerakan pembaruan Islam, Muhammadiyah menanamkan semangat kebangsaan dalam berbagai aktivitasnya. Di masa sebelum kemerdekaan, para tokoh Muhammadiyah tidak hanya berdakwah di bidang agama, tetapi juga aktif dalam membangun kesadaran kolektif melawan penjajahan. Ide-ide progresif tentang kemerdekaan, keadilan, dan kesetaraan menginspirasi banyak generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, ketika berbicara tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia, nama Muhammadiyah dan tokoh-tokohnya selalu hadir dengan kebesaran dan pengaruh dalam teladan keteguhan.
Di masa penjajahan, Muhammadiyah berperan sebagai penggerak utama dalam dakwah dan pendidikan. Melalui sekolah-sekolah yang didirikannya, organisasi ini berusaha mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Pendidikan yang diberikan Muhammadiyah saat itu tidak semata-mata bertujuan untuk meningkatkan bangsa yang berkecerdasan, tetapi juga membangun kesadaran nasional yang mendalam.
KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah, menjadi contoh teladan yang luar biasa dalam menanamkan semangat perjuangan melalui ajaran-ajaran Islam yang inklusif dan berbasis pada keadilan. Meski gerakannya lebih berfokus pada pembaruan sosial dan pendidikan, KH. Ahmad Dahlan paham betul bahwa pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk melawan penjajahan. Dengan membekali masyarakat dengan pengetahuan dan keyakinan akan pentingnya kemerdekaan, Muhammadiyah ikut menanamkan benih-benih perlawanan terhadap kolonialisme.
Beberapa tokoh Muhammadiyah, seperti Ki Bagus Hadikusumo dan KH. Mas Mansur, bahkan terlibat langsung dalam perjuangan fisik maupun diplomasi. Ki Bagus Hadikusumo, misalnya, menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang berperan penting dalam merumuskan dasar negara Indonesia. Di sinilah Muhammadiyah memperlihatkan wajah moderat dan inklusifnya, dengan mengedepankan nilai-nilai Islam yang sejalan dengan semangat nasionalisme dan kebhinekaan.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tugas berat masih menanti bangsa Indonesia, yaitu mempertahankan kemerdekaan dari upaya-upaya penjajah untuk kembali berkuasa. Muhammadiyah tidak tinggal diam. Para tokoh Muhammadiyah yang sebelumnya terlibat dalam pergerakan kemerdekaan, terus melanjutkan perjuangan mereka di berbagai medan.
KH. Mas Mansur, yang juga dikenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional, adalah salah satu contoh teladan keteguhan. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan pentingnya menjaga persatuan bangsa di tengah ancaman perpecahan. Dengan menggunakan kekuatan diplomasi dan pendidikan, tokoh-tokoh Muhammadiyah berusaha menjaga keutuhan NKRI.
Selain terlibat dalam perjuangan fisik melawan penjajah, tokoh-tokoh Muhammadiyah juga memainkan peran penting di ranah diplomasi. Kekuatan diplomasi yang dimaksud adalah kemampuan untuk menjalin komunikasi, negosiasi, dan kerjasama baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Muhammadiyah menggunakan pendekatan ini untuk menjaga stabilitas nasional dan mendukung kemerdekaan melalui jalur yang lebih diplomatis.
Salah satu contoh kekuatan diplomasi ini adalah peran Ki Bagus Hadikusumo dalam perumusan dasar negara. Saat menjadi anggota BPUPKI, Ki Bagus terlibat dalam perdebatan terkait Piagam Jakarta, yang kemudian menjadi dasar terbentuknya Pancasila. Dalam diskusi ini, Ki Bagus Hadikusumo, sebagai seorang tokoh Muhammadiyah, berhasil menunjukkan sikap diplomatisnya dengan menerima keputusan perubahan dari tujuh kata dalam Piagam Jakarta ("Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya") menjadi sila pertama dalam Pancasila, yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa." Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan nasional di tengah keragaman bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan kepercayaan.
SIMAK JUGA - IG PCM UMBULHARJO
Keputusan ini merupakan contoh nyata dari bagaimana tokoh Muhammadiyah menggunakan diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan menerima perubahan tersebut, Ki Bagus Hadikusumo menunjukkan keteguhan dalam menjaga persatuan Indonesia tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keyakinan agama yang dipegang teguh oleh Muhammadiyah. Ini adalah sebuah langkah diplomatik yang cerdas untuk menghindari konflik ideologis yang bisa merusak persatuan nasional pada masa-masa awal kemerdekaan.
Selain perannya di dalam negeri, Muhammadiyah juga terlibat aktif dalam diplomasi internasional untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh penting dalam upaya ini adalah KH. Mas Mansur, yang dikenal sebagai salah satu pemimpin Muhammadiyah sekaligus pejuang nasional. KH. Mas Mansur pernah menempuh pendidikan di Universitas Al Azhar di Mesir, di mana ia terpapar pada ide-ide modernisme dan nasionalisme yang berkembang di Asia Barat pada saat itu. Pengalaman ini memperkaya wawasan dan pemikirannya, yang kemudian ia terapkan dalam berbagai aktivitasnya di Indonesia, termasuk dalam diplomasi internasional. Pesantren Mahasiswa Internasional KH. Mas Mansur di Universitas Muhammadiyah Surakarta adalah salah satu contoh bagaimana warisan beliau terus berlanjut.
Teladan keteguhan tokoh-tokoh Muhammadiyah menjadi pilar utama dalam perjuangan organisasi ini. Mereka adalah individu-individu yang tidak hanya dikenal sebagai pemimpin keagamaan, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang gigih memperjuangkan kemajuan bangsa melalui berbagai medan cara. Salah satu tokoh paling dikenal adalah Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), seorang ulama, sastrawan, sekaligus intelektual yang memberikan kontribusi besar pada dunia pemikiran Islam di Indonesia.
Buya Hamka dikenal karena pandangan-pandangannya yang moderat dan reformis. Ia aktif di dunia pendidikan, jurnalistik, dan politik, sembari terus berdakwah melalui karya-karya tulisnya. Buku-buku Hamka, seperti Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Tasawuf Modern, memberikan wawasan keislaman yang berakar pada tradisi tetapi terbuka terhadap modernitas. Dalam kiprahnya, Buya Hamka selalu menekankan pentingnya akhlak mulia, toleransi, dan cinta tanah air. Meski mengalami berbagai tantangan dan penindasan politik, ia tetap teguh dalam prinsipnya tanpa kehilangan semangat untuk membangun Indonesia yang berkemajuan.
Tokoh lainnya adalah KH. AR. Fachruddin, adalah sosok yang dikenal dengan kesederhanaannya yang luar biasa. Ia memimpin Muhammadiyah selama lebih dari dua dekade (1968-1990), sebuah masa yang cukup panjang dan penuh tantangan. Meskipun ia memimpin salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, kehidupannya tetap sangat sederhana, jauh dari kemewahan.
Salah satu kisah yang sering diceritakan adalah tentang kesehariannya yang bersahaja. Meski memimpin organisasi besar seperti Muhammadiyah, KH. AR. Fachruddin tetap hidup di rumah yang sangat sederhana di Yogyakarta, tanpa fasilitas mewah. Ada cerita yang terkenal di kalangan Muhammadiyah tentang bagaimana ia berkendaraan dengan sepeda ontel untuk menghadiri pengajian yang sama sekali tidak mengurangi semangatnya untuk terus berdakwah.
Perjalanan Muhammadiyah dalam sejarah Indonesia tidak hanya berhenti pada perjuangan kemerdekaan, tetapi juga terus berlanjut dalam upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Melalui dakwah, pendidikan, dan aksi pemberdayaan sosial, Muhammadiyah telah menunjukkan keteguhan yang luar biasa dalam membantu membangun bangsa Indonesia yang lebih kuat dan adil. Keteladanan tokoh-tokoh Muhammadiyah bisa menjadi inspirasi bagi generasi sekarang untuk terus berjuang sampai terwujudnya masyarakat adil makmur lahir batin serta memiliki kecerdasan dan tidak hidup dalam kemiskinan.
Semangat juang yang diwariskan oleh para tokoh Muhammadiyah ini adalah warisan berharga yang harus dijaga dan dilanjutkan oleh generasi muda Indonesia. Sebagai bagian dari sejarah yang tak terpisahkan dari perjalanan bangsa, Muhammadiyah telah membuktikan bahwa keteguhan dalam prinsip, komitmen terhadap pendidikan, serta semangat kebangsaan dapat menjadi pondasi yang kuat dalam membangun Indonesia dan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. [FHM]
Fikri Hajjan Mubarak, Anggota MPI PCM Umbulharjo dan Sekretaris PRM Sorosutan
Quotes,
“Pembaruan Mesti Diawali Dari Perubahan Cara Berpikir,
dan Pengetahuan Adalah Pasak Pergerakan”
== KH. Ahmad Dahlan ==
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow